A.
Tentang pola pikir
Bahasa
merupakan salah satu kemampuan dasar dan alamiah yang dianugerahkan pada umat
manusia. Kita cenderung tidak menyadari bahwa tanpa bahasa, karena sedemikian
alamiahnya umat manusia tidak akan mungkin mempunyai bahasa atau peradaban yang
didalamnya termasuk agama, ilmu bahasa.
Kajian
yang bersangkutan dengan bahasa cakupannya sangat luas karena mencakup hampr
semua aktifitas manusia. Di samping kajian tentang bahasa itu sendiri, juga
mencakup kajian bahasa dari aspek lain. Oleh karena itu, bahasa dapat dikaiji
secara internal maupun secara eksternal. Secara internal bahsa dapat dikaji
dari strukturnya, mulai dari struktur bunyi (fonologi), struktur kata
(morfologi), struktur kalimat (sintaksis), sampai struktur wacana. Kajian
secara eksternal berkaitan dengan factor-faktor diluar bahasa atau
ekstra-linguistik, antara lain faktor kejiwaan.
Bahasa
digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi, yakni menyampaikan pesan (gagasan,
pikiran, perasaan, dan kehendak) kepada orang lain. Dalam hal ini bahasa
digunakan sebagai medium untuk mengekspresikan dan resepsi pesan.
Berkaitan
dengan pola pikir masyarakat dalam berbahasa terdapat apa yang disebut
hipotesis Sapir-Whorf. Hipotesis menyatakan bahwa perbedaan berfikir disebabkan
oleh adanya perbedaan bahasa. Akibatnya, orang Sunda, misalnya, akan melihat
relitas secara berbeda dengan orang Jawa, sebab bahasa Sunda tidak sama dengan
bahasa jawa. Whorf menegaskan realitas itu tidaklah terpampang begitu saja
didepan kita, llu kita memberinya nama satu per satu. Yang terjadi sebenarnya
menurut Whorf adalah sebaliknya, kita membuat peta realitas itu, yang dilakukan
atas bahasa yang kita pakai, dan bukan atas dasar realitas. Misalnya jenis
warna bahasanya, melihat sebagai sesuatu yang berbeda.
Orang Inggris, misalnya,mengenal warna dasar
white, read, green, yellow, blue, brown, purple, pink, orange, dan grey. Tetapi
penutur humanco di Filipina hanya mengenal empat warna dasar yakni mabiru’ hitam dan warna gelap lain’ dan melangit’ putih dan warna cerah’, meramar’merah’ dan malatuy’ kuning, hijau muda, dan coklat muda’ (Brown,
1972:254-255).
Kalau hipotesis Sapir-Whorfbelum diterima,
maka implikasinya dalam ilmu pengetahuan amat sangat jauh, sebab ilmu
pengetahuan manusia itu memiliki satu jalan. Dalam ilmu pengetahuan, bahasa itu
hanyalah alat utuk menyatakan atau menyampaikan pikiran. suatu pikiran bila
dinyatakan dengan bahasa yang berbeda-beda tidaklah akan menjadi berbeda-beda.
Pikiran itu akan tetap sama. Hanya, karena bahasa itu bersifat unik, maka
rumusannya mungkin menjadi tidak akan sama. Bandingkan, orang Inggris
menanyakan nama dengan kalimat “what is
your name?”, orang Jerman dengan kalimat “ Wie haisen sie?”, orang Indonesia dengan kalimat “siapa namamu?”, dan orang sunda dengan
kalimat “saha kakasih/jenengan tẻh?”.
jadi, dengan kata lain bahasa tidak memengaruhi jalan pikiran.
B. Pola
Pikir Orang Sunda dalam Ekspresi Bahasa
Berpikir adalah suatu
proses simbolis untuk menemukan maslah yang mencakupkegiatan ideasional berpikir memiliki fungsi
bagi kita untuk membentuk pengertian (konsep), pendapat, dan kesimpulan. Proses
berpikir dipelajari dalam pdikologi secara empiris, artinya pengkajiannya
dilihat dengan memperhatikan fakta-fakta yang ada di dunia nyata. Hasil berpikir
dalam prosesnya dipengaruhi oleh tingkat usia, pengalaman hidup, hasil belajar
dan emosi. Ada dua jenis berpikir, yakni berpikir autistic (melamun) dan berpikir realistic
(menalar). Orang yang berpikir autistik melihat hidupnya sebagai gambaran
pantastis dan jauh dari kenyataan. Sebaliknya, orang yang berpikir realistik
melihat hidupnya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata ( Mukhlis
Ed.,2003:12-13).
Pikiran dan pengetahuan
yang dipunyai oleh pemakai bahasa tentang bahasanya disebut kompetensi ( competence). Pikiran dan pengetahuan
bahasa itu dapat dituangkan melalu ekspresi bahasa.
Kompetensi bahasa
berkaitan erat dengan kreatifitas bahasa (language
creativity) atau produktivitas bahasa (language
productivity) merupakan ciri keuniversalan bahasa. Kreatifitas bahasa
memiliki empat aspek, yakni :
1.
Ketakterbatasan
ekspresi linguistic
2.
Relatif
bebas dari pengawasan stimulus
3.
Keserasian
ujaran dengan keadaan dan
4.
Kesanggupan
mencipta leksikon baru
( Cairns dan Cairns, 1976:8)
Pola pikir orang Sunda dalam ekspresi bahasa
Sunda mengacu pada tiga hal yakni:
1.
Gejala
bahasa Sunda sebagai pola pikir
2.
Sistem
kognitif bahasa sunda
3.
Cara
berpikir orang Sunda dalam ekspresi bahasa Sunda.
C. Gejala
Bahasa Sunda sebagai cerminan pola pikir
Gejala bahasa Sunda
sebagai cerminan pola pikir tampak dari lima aspek, yakni (1) Keserasian bunyi,
(2) kontradiksi, (3) kiratabasa, dan (4) paradigma bahasa.
Keserasian bunyi tampak dari kombinasi bunyi vokal. Bahasa Sunda
memiliki tujuh vokal yakni : /i/, /u/, /ẻ/, /o/, /a/, /e/. dan /eu/.
Vokal-vokal tersebut membentuk segitiga vokal (the triangle of vowel).
/i /Ö/ /u/
/Ɛ/ /Ə/ /o/
/a/
Segitiga vokal terebut
mendasari pembentukan kata ulang trilingga, yakni kata ulang yang dibentuk dengan
cara mengulang tiga kali bentuk dasarnya yang disertai perubahan bunyi vokal.
Bunyi vokal pada dasarnya akan berpengaruh pada bunyi vokal pada bentuk
ulangnya. Ada empat pola keserasian bunyi vokal pada pembentukan trilingga,
yakni (1) bentuk /o/ à /a-ẻ-o/; (2) bentuk /u/ à
/a-i.-u/; (3) bentuk /e/ à /a-i-e/; dan (4) bentuk /eu/ à
/a-i-eu/ (Sudaryat, 2010;144,146). Keempat bentuk keserasian bunyi vokal
tersebut masing-masing secara berturut-turut dapat dicontohkan melalui kata
(01)Cas-cẻs-cos
(02)Dag-dig-dug
(03)Bak-bik-bek
(04)Wah-wih-weuh
Di
dalam pemakain bahasa Sunda ditemukan adanya gejala kontradiski yang berupa
uraian kata-kata yang maknanya tidak sesuai dengan makna katanya, bahkan
bertolak belakang. Gejala bahasa seperti ini memerlukan inverensi tidak
langsung dari lawan bicara, yang dalam bahasa sunda disebut rakitan rantip. Pertimbangkan contoh
berikut:
(05)Nyai, pangedẻankeun kompor!
“nyai, tolong besarkan kompornya!”
Pada kalimat (05) yang diperbesar bukan ukuran kompornya,
tetapi apinya. Jadi, antara untaran kata-kata dengan maknanya bertolak
belakang.
Dalam
ekspresi bahasa Sunda ada yang disebut kirata basa atau bahasa kirata, yakni
pemanjangan kata yang dikira-kira barangkali nyata, meskipun pada kenyataannya
tidak seperti itu. Gejala kirata basa hanya ditemukan dalam bahasa Sunda. Kira
basa adalah cara memberikan tafsiran kepada kata-kata nama, tempat, peristiwa,
benta maupun sifat. Secara main-main oleh orang Sunda sendiri kirata ditafsirkan
sebagai ‘dikira-kira sugan nyata’ (= dikira-kira barangkali saja tepat).
Caranya ialah dengan memecah setiap kata atau nama ke dalam bagian-bagian atau
suku kata –suku kata yang dapat ditafsirkan sesuai dengan keinginan yang
menefsirkannya. Contoh:
(06)Korsi à cokorna disisi ‘kakinya di pinggir’
Makna kirata basa pada umumnya tidak sesuai
dengan makna inheren atau makna leksikal yang dimiliki sebuah kata yang
dikiratakan. Makna yang muncul dibuat-buat dan disesuaikandengan kenyataan
supaya dapat diterima oleh akar dan pemakaian oleh masyarakat. Faktanya kata kursi berasal dari bahasa Arab kursiyun.
D. Sistem
kognitif bahasa Sunda
Kognisis merupakan
proses pengenlan dan penafsiran lingkungan oleh seseorang. Nama khas orang
Sunda pada umumnya terdiri dari dua kata, yakni nama depan dan nama belakang.
Nama depan lazimnya diambil dari salah satu suku kata pada nama belakang,
kemudian diulang suku kata terbukanya.
(07)Maman Abdurrahman
(08)Wawan Hermawan
Juga nama-nama bagian tubuh yang memiliki
jumlah suku kata lebih dari dua buah.
(09)Gado ‘dagu’
(10)Mumuncangan ‘mata kaki’
Penamaan tempat (toponimi) memiliki beberapa
aspek yang (1) aspek perwujudan, (2) aspek kamasyarakatan, dan (3) aspek
kebudayaan. Masing-masing dapat dicontohkan dengan data berikut;
(11)Ciamis, Empang, lẻngkong.
(12)Bojong, legok, punclut
(13)Bungulang, bungur, campaka
(14)Betook, belanakan, caricangkas
Aspek kemasyarakatan dalam toponimi di tatar
Sunda berkaiatan dengan mata pencaharian atau pekerjaan seperti:
(15)Kamasan, kalektoran, maranggi, warung peuteuy
Sistem kewaktuan berkaitan dengan pemkaian
waktu dalam kehidupan. Orang Sunda menyebut nama-nama waktu sehari-semalam
tidak secara pasti dengan jam tetapi berdasarkan keadaan. Contoh:
(16)Tengah peuting (kira-kira pukul12.00)
(17)Haneut moyan (kira-kira pukul 09.00)
(18)Peat sawed (kira-kira pukul 11.00)
Sistem penggunaan warna dimiliki setiap bahasa di dunia.
Hamper setiap bahasa di dunia ini memiliki kata-kata yang menyatakan warna.
Oleh sebab itu, ada semantik yang memasukkan pembicaraan tentang kata yang
menyatakan warna ini kedalam semantic universal (semantic universals) hal itu tidak berarti bahwa jumlah kata yang menyatakan
warna untuk setiap bahasa itu sama. Hanya ada bahasa yang mengenal dua kata,
atau ada ang mengenal tiga kata, ada yang empat kata, ada yang lima kata, ada
yang enam kata, dan ada ypula yang mengenal tujuh kata dalam warna. Dalam
bahasa sunda ada warna dasar ada warna yang dihubungkan dengan alam (fauna dan
flora). Contoh:
(19)Hẻjo ‘hijau’
(20)Hẻjo tai kuda ‘hijau seperti tinja kuda’
(21)Hẻjo lukut ‘hijau lumut’
(22)Hẻjo pujuk cau ‘hijau pucuk pisang’
Warna dapat diberi keterangan dengan kata
keterangan keadaan (adverbial statif)
Seperti ngagedod dan euceuy. Contoh:
(23)Hejo ngagedod ‘sangat amat hijau’
(24)Beureum euceuy ‘sangat amat merah’
Masyarakat sunda memiliki sistem bilangan
yang relative sama dengan masyarakat lain, yakni mulai dari enol (kosong)
sampai bilangan tak terhingga. Untuk menunjukkan jumlah yang tidak tentu,
mayarakat sunda lazimnya menggunakan kata penunjuk jumlah seperti saanu ‘jumlah tak tentu’, sakieu ‘jumlah sedikit’, sakitu ‘jumlah agak banyak. Apabial
jumlahnya banyak tidak terhitung, biasanya digunakan kata saehem. Untuk bilangan antara 20 sampai 30 digunakan kata likur. Contoh:
(25)Dua puluh hiji (21) à salikur
(26)Dua puluh lima (25) à
lima likur atau salawẻ
(27)Dua puluh salapan (29) à
salapan likur
E. Cara
Berfikir Orang Sunda dalam Ekspresi Bahasa
Ekspresi
bahasa (berbicara dan menulis) merupakan proses kreatif. Seseorang
mengungkapkan gagasannya setelah memperoleh gagasan dari orang lain.
Dilihat
dari psikolinguitik, berbahasa sebagai aktivitas yang dilakukan oleh pembicara
atau penulis, memilik tahap-tahap berikut.
Bagan proses produtif dan reseptif berbahasa
PEMBICARA/PENULIS PENYIMAK/PEMBACA
(rangsangan) (rangsangan)


|
|






(lokusi)
|
|


![]() |
![]() |
||||
![]() |
|||||
Cara
berfikir orang sunda dapat terlihat dari ekspresi orang sunda. Berdasarkan
hasil analisis terhadap ekspresi bahasa sunda ditemukan enam cara berfikir
yakni keterbukaan, subyektifitas, substansial, humoris, emosional,
ketinglangsungan, ketaktegasan, kesantunan, kepekan, dan kesetiaan.
Orang
sunda berfikir terbuka karena terbukti banyak kata yang seluruh vokalnya /
a/.contoh : kang dadang aya maksad hajat
badag
Orang
sunda berfikir subyektif seperti tampak dari penggunaan kata penegas yang
berfungsi untuk mempertegas unsur-unsur informasi yang dipentingkan kata-kata
penegas itu, antara lain: teh, tea, mah, oge, yang pada umumnya ditempatka di
belakang kata-kata yang berfungsi sebagai subyek kalimat:
(28)
Kuring ti
Tasik

‘saya ini / juga dari Tasik.’
Orang sunda berfikir substansial karena dapat
membuat kalimat yang seluruhnya berupa untaian kata-kata benda (nomina).
(29)Bapa kuring patani kentang sukamukti.
‘ayah
saya petani kentang sukamukti.’
Orang Sunda berkarakter humoris. Karakter
humoris seseorang akan tampak dari untayan kata-kata yang digunakan dalam
tindak kutur atau ujaran yang humoris. Contoh :
(30)Ciwidey
Di Ciwidey aya strawubery metik sendiri. Di
Lembang naha bet euweuh susu
murni nyedot sendiri.
Padahal bisnis yang menjanjikan tah! (M
2349/57/W 20)
Terjemahan:
Ciwidey
Di Ciwidey ada strawberry metik sendiri. Di
Lembang mengapa tidak ada susu murni menyedot sendiri. Padahal bisnis yang
menjanjikan!
Pada contoh diatas tampak daya humorisnya
dari perbandingan kalimat “strawberry memetik sendiri” dan “susu menyedot
sendiri”.
Pola pikir orang Sunda dalam ekspresi marah
atau emosional. Marah, berang, atau gusar adalah keadaan sangat tidak senang
karena dihina atau diperlakukan tidak sepantasnya (Moeliono Eds, 1988:559).
Apabila orang Sunda marah, biasanya ekspresi bahasa yang keluar berupa (1)
kata-kata kasar yang berkaitan dengan (2) nama binatang, (3) keadaan fisik,
(tubuh), dan (4) bagian tubuh yang paling sensitive. Contoh :
(31)Dasar goblog!
‘Dasar goblok!’
(32)Cicing siah monyet!
‘diamlah kamu monyet!’
(33)Gancangkeun leumpangna gendut!
‘cepatlah jalannya gemuk!’
Orang Sunda tidak langsung berbicara
kesasaran. Jika orang Sunda berbicara, lajimnya tidak langsung kesasaran. Kalimat-kalimat
yang digunakan oleh orang Sunda cenderung berima (murwakanti). Contoh :
(34)Neda agung cukup lumur neda jembar pangampura, neda asih
sihak samina.
(intinya: mau minta maaf)
Orang sunda tergolong tidak tegas (rek
lusif). Orang Sunda dikatakan tergolong tidak tegas tampak dari kata-kata
tambah yang menunjukan ketidak tegasan (35) termasuk penggunaan nama waktu
dalam sehari semalam (36). Misalnya:
(35)Saena mah mending angkat ayeuna bilih kabujeng hujan.
‘sebaiknya berangkat sekarang takut terkena
hujan.’
(36)Wanci haneut moyan (kira-kira pukul 09.00)
‘waktu hangat berjemur (kira-kira pukul
09.00)
Orang Sunda berkarakter santun. Kesantunan
orang Sunda tampak dari empat factor, yakni (a) lisan atau kecap ’kata-kata’,
(b) pasemon ‘mimik’, (c) rẻngkak jeung peta ‘tindak-tanduk’, dan (d) lentong
‘intonasi’ (adiwidjaja, 1951:65-66)
.
Dari
sudut bahasa kesantunan orang Sunda disebut makẻ basa lemes ‘berbahasa halus’.
Pemakaian berbahasa tersebut sesuai dengan kontek situasi yang membentuk tindak
tutur pragmatis. Bahasa sunda mengenal tingkat tutur (speech level) atau
tatakrama bahasa (undak usuk basa), yakni (1) bahasa halus untuk diri sendiri,
(2) bahasa halus untuk orang lain, dan (3) bahasa kasar. Contoh :
(37) Abdi mios ka Tasik
‘saya pergi ke Tasik.’
(38)Kuring indit ka Tasik
‘saya pergi ke Tasik.’
Kalimat (37) tergolong kalimat halus yang
ditandai dengan kata mios. Sementara, kalimat (38) tergolong kalimat tergolong
dalam kalimat yang tandai dengan kata indit.
Orang Sunda cenderung prasa (sensitif). Oleh
karena itu, ada yang menyebutkan bahwa bahasa Sunda adalah bahasa rasa. Contoh
:
(39)Urang tiasa patepung lawung,
Pak amprok jongok,
Patepang raray,
Patetuteup deukeut,
Pagiling gisik calik,
Heumpak merbayaksa.
(kita bisa bertemu,
bersemuka,
bertatp muka,
berdampingan duduk,
berkumpul bersama)
orang Sunda berkarakter taat (setia) halini
tampak pada ekspresi bahasa sunda berikut.
(40)Ah, teu langkung anu dibendo.
‘ah terserah yang berkuasa saja
(41)Kudu nyanguluk ka hokum, nunjang ka nagara, mupakat ka
balarea.
‘harus taat pada hokum, mendukung Negara,
bermukat dengan Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Sudaryat, Yayat. 2015. Wawasan Kesundaan. Bandung : FKIP-UPI.
The Best Bet of The Day | DrMCD
BalasHapusIn my recent years, I've been gambling professionally with my husband and wife. 경산 출장샵 The best bet of the day is to take 김포 출장안마 on 남원 출장마사지 a whole host of 전주 출장마사지 horses, 세종특별자치 출장샵 horses, and