Minggu, 24 Mei 2015

Wawasan Kesundaan (Pola Pikir Orang Sunda)




A.    Tentang pola pikir
        Bahasa merupakan salah satu kemampuan dasar dan alamiah yang dianugerahkan pada umat manusia. Kita cenderung tidak menyadari bahwa tanpa bahasa, karena sedemikian alamiahnya umat manusia tidak akan mungkin mempunyai bahasa atau peradaban yang didalamnya termasuk agama, ilmu bahasa.
        Kajian yang bersangkutan dengan bahasa cakupannya sangat luas karena mencakup hampr semua aktifitas manusia. Di samping kajian tentang bahasa itu sendiri, juga mencakup kajian bahasa dari aspek lain. Oleh karena itu, bahasa dapat dikaiji secara internal maupun secara eksternal. Secara internal bahsa dapat dikaji dari strukturnya, mulai dari struktur bunyi (fonologi), struktur kata (morfologi), struktur kalimat (sintaksis), sampai struktur wacana. Kajian secara eksternal berkaitan dengan factor-faktor diluar bahasa atau ekstra-linguistik, antara lain faktor kejiwaan.
        Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi, yakni menyampaikan pesan (gagasan, pikiran, perasaan, dan kehendak) kepada orang lain. Dalam hal ini bahasa digunakan sebagai medium untuk mengekspresikan dan resepsi pesan.
        Berkaitan dengan pola pikir masyarakat dalam berbahasa terdapat apa yang disebut hipotesis Sapir-Whorf. Hipotesis menyatakan bahwa perbedaan berfikir disebabkan oleh adanya perbedaan bahasa. Akibatnya, orang Sunda, misalnya, akan melihat relitas secara berbeda dengan orang Jawa, sebab bahasa Sunda tidak sama dengan bahasa jawa. Whorf menegaskan realitas itu tidaklah terpampang begitu saja didepan kita, llu kita memberinya nama satu per satu. Yang terjadi sebenarnya menurut Whorf adalah sebaliknya, kita membuat peta realitas itu, yang dilakukan atas bahasa yang kita pakai, dan bukan atas dasar realitas. Misalnya jenis warna bahasanya, melihat sebagai sesuatu yang berbeda.
Orang Inggris, misalnya,mengenal warna dasar white, read, green, yellow, blue, brown, purple, pink, orange, dan grey. Tetapi penutur humanco di Filipina hanya mengenal empat warna dasar yakni mabiru’ hitam dan warna gelap lain’ dan melangit’ putih dan warna cerah’, meramar’merah’ dan malatuy’ kuning, hijau muda, dan coklat muda’ (Brown, 1972:254-255).
Kalau hipotesis Sapir-Whorfbelum diterima, maka implikasinya dalam ilmu pengetahuan amat sangat jauh, sebab ilmu pengetahuan manusia itu memiliki satu jalan. Dalam ilmu pengetahuan, bahasa itu hanyalah alat utuk menyatakan atau menyampaikan pikiran. suatu pikiran bila dinyatakan dengan bahasa yang berbeda-beda tidaklah akan menjadi berbeda-beda. Pikiran itu akan tetap sama. Hanya, karena bahasa itu bersifat unik, maka rumusannya mungkin menjadi tidak akan sama. Bandingkan, orang Inggris menanyakan nama dengan kalimat “what is your name?”, orang Jerman dengan kalimat “ Wie haisen sie?”, orang Indonesia dengan kalimat “siapa namamu?”, dan orang sunda dengan kalimat “saha kakasih/jenengan tẻh?”. jadi, dengan kata lain bahasa tidak memengaruhi jalan pikiran.
B.     Pola Pikir Orang Sunda dalam Ekspresi Bahasa
           Berpikir adalah suatu proses simbolis untuk menemukan maslah yang mencakupkegiatan ideasional berpikir memiliki fungsi bagi kita untuk membentuk pengertian (konsep), pendapat, dan kesimpulan. Proses berpikir dipelajari dalam pdikologi secara empiris, artinya pengkajiannya dilihat dengan memperhatikan fakta-fakta yang ada di dunia nyata. Hasil berpikir dalam prosesnya dipengaruhi oleh tingkat usia, pengalaman hidup, hasil belajar dan emosi. Ada dua jenis berpikir, yakni berpikir autistic (melamun) dan berpikir realistic (menalar). Orang yang berpikir autistik melihat hidupnya sebagai gambaran pantastis dan jauh dari kenyataan. Sebaliknya, orang yang berpikir realistik melihat hidupnya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata ( Mukhlis Ed.,2003:12-13).
           Pikiran dan pengetahuan yang dipunyai oleh pemakai bahasa tentang bahasanya disebut kompetensi ( competence). Pikiran dan pengetahuan bahasa itu dapat dituangkan melalu ekspresi bahasa.
           Kompetensi bahasa berkaitan erat dengan kreatifitas bahasa (language creativity) atau produktivitas bahasa (language productivity) merupakan ciri keuniversalan bahasa. Kreatifitas bahasa memiliki empat aspek, yakni :
1.      Ketakterbatasan ekspresi linguistic
2.      Relatif bebas dari pengawasan stimulus
3.      Keserasian ujaran dengan keadaan dan
4.      Kesanggupan mencipta leksikon baru
( Cairns dan Cairns, 1976:8)
Pola pikir orang Sunda dalam ekspresi bahasa Sunda mengacu pada tiga hal yakni:
1.      Gejala bahasa Sunda sebagai pola pikir
2.      Sistem kognitif bahasa sunda
3.      Cara berpikir orang Sunda dalam ekspresi bahasa Sunda.

C.    Gejala Bahasa Sunda sebagai cerminan pola pikir

           Gejala bahasa Sunda sebagai cerminan pola pikir tampak dari lima aspek, yakni (1) Keserasian bunyi, (2) kontradiksi, (3) kiratabasa, dan (4) paradigma bahasa.
Keserasian bunyi tampak dari kombinasi bunyi vokal. Bahasa Sunda memiliki tujuh vokal yakni : /i/, /u/, /ẻ/, /o/, /a/, /e/. dan /eu/. Vokal-vokal tersebut membentuk segitiga vokal (the triangle of vowel).
                  /i                                  /Ö/                               /u/
                              /Ɛ/                    /Ə/                  /o/
                                                      /a/
           Segitiga vokal terebut mendasari pembentukan kata ulang trilingga, yakni kata ulang yang dibentuk dengan cara mengulang tiga kali bentuk dasarnya yang disertai perubahan bunyi vokal. Bunyi vokal pada dasarnya akan berpengaruh pada bunyi vokal pada bentuk ulangnya. Ada empat pola keserasian bunyi vokal pada pembentukan trilingga, yakni (1) bentuk /o/ à /a-ẻ-o/; (2) bentuk /u/ à /a-i.-u/; (3) bentuk /e/ à /a-i-e/; dan (4) bentuk /eu/ à /a-i-eu/ (Sudaryat, 2010;144,146). Keempat bentuk keserasian bunyi vokal tersebut masing-masing secara berturut-turut dapat dicontohkan melalui kata
(01)Cas-cẻs-cos
(02)Dag-dig-dug
(03)Bak-bik-bek
(04)Wah-wih-weuh
                 Di dalam pemakain bahasa Sunda ditemukan adanya gejala kontradiski yang berupa uraian kata-kata yang maknanya tidak sesuai dengan makna katanya, bahkan bertolak belakang. Gejala bahasa seperti ini memerlukan inverensi tidak langsung dari lawan bicara, yang dalam bahasa sunda disebut rakitan rantip. Pertimbangkan contoh berikut:
(05)Nyai, pangedẻankeun kompor!
“nyai, tolong besarkan kompornya!”
Pada kalimat (05) yang diperbesar bukan ukuran kompornya, tetapi apinya. Jadi, antara untaran kata-kata dengan maknanya bertolak belakang.
                 Dalam ekspresi bahasa Sunda ada yang disebut kirata basa atau bahasa kirata, yakni pemanjangan kata yang dikira-kira barangkali nyata, meskipun pada kenyataannya tidak seperti itu. Gejala kirata basa hanya ditemukan dalam bahasa Sunda. Kira basa adalah cara memberikan tafsiran kepada kata-kata nama, tempat, peristiwa, benta maupun sifat. Secara main-main oleh orang Sunda sendiri kirata ditafsirkan sebagai ‘dikira-kira sugan nyata’ (= dikira-kira barangkali saja tepat). Caranya ialah dengan memecah setiap kata atau nama ke dalam bagian-bagian atau suku kata –suku kata yang dapat ditafsirkan sesuai dengan keinginan yang menefsirkannya. Contoh:
(06)Korsi à cokorna disisi ‘kakinya di pinggir’
Makna kirata basa pada umumnya tidak sesuai dengan makna inheren atau makna leksikal yang dimiliki sebuah kata yang dikiratakan. Makna yang muncul dibuat-buat dan disesuaikandengan kenyataan supaya dapat diterima oleh akar dan pemakaian oleh masyarakat. Faktanya kata kursi berasal dari bahasa Arab kursiyun.
       
D.    Sistem kognitif bahasa Sunda
           Kognisis merupakan proses pengenlan dan penafsiran lingkungan oleh seseorang. Nama khas orang Sunda pada umumnya terdiri dari dua kata, yakni nama depan dan nama belakang. Nama depan lazimnya diambil dari salah satu suku kata pada nama belakang, kemudian diulang suku kata terbukanya.
(07)Maman Abdurrahman
(08)Wawan Hermawan
Juga nama-nama bagian tubuh yang memiliki jumlah suku kata lebih dari dua buah.
(09)Gado ‘dagu’
(10)Mumuncangan ‘mata kaki’
Penamaan tempat (toponimi) memiliki beberapa aspek yang (1) aspek perwujudan, (2) aspek kamasyarakatan, dan (3) aspek kebudayaan. Masing-masing dapat dicontohkan dengan data berikut;
(11)Ciamis, Empang, lẻngkong.
(12)Bojong, legok, punclut
(13)Bungulang, bungur, campaka
(14)Betook, belanakan, caricangkas
Aspek kemasyarakatan dalam toponimi di tatar Sunda berkaiatan dengan mata pencaharian atau pekerjaan seperti: 
(15)Kamasan, kalektoran, maranggi, warung peuteuy
Sistem kewaktuan berkaitan dengan pemkaian waktu dalam kehidupan. Orang Sunda menyebut nama-nama waktu sehari-semalam tidak secara pasti dengan jam tetapi berdasarkan keadaan. Contoh:
(16)Tengah peuting (kira-kira pukul12.00)
(17)Haneut moyan (kira-kira pukul 09.00)
(18)Peat sawed (kira-kira pukul 11.00)
Sistem penggunaan warna dimiliki setiap bahasa di dunia. Hamper setiap bahasa di dunia ini memiliki kata-kata yang menyatakan warna. Oleh sebab itu, ada semantik yang memasukkan pembicaraan tentang kata yang menyatakan warna ini kedalam semantic universal (semantic universals) hal itu tidak berarti bahwa jumlah kata yang menyatakan warna untuk setiap bahasa itu sama. Hanya ada bahasa yang mengenal dua kata, atau ada ang mengenal tiga kata, ada yang empat kata, ada yang lima kata, ada yang enam kata, dan ada ypula yang mengenal tujuh kata dalam warna. Dalam bahasa sunda ada warna dasar ada warna yang dihubungkan dengan alam (fauna dan flora). Contoh:
(19)Hẻjo ‘hijau’
(20)Hẻjo tai kuda ‘hijau seperti tinja kuda’
(21)Hẻjo lukut ‘hijau lumut’
(22)Hẻjo pujuk cau ‘hijau pucuk pisang’
Warna dapat diberi keterangan dengan kata keterangan keadaan (adverbial statif)
Seperti ngagedod dan euceuy. Contoh:
(23)Hejo ngagedod ‘sangat amat hijau’
(24)Beureum euceuy ‘sangat amat merah’
Masyarakat sunda memiliki sistem bilangan yang relative sama dengan masyarakat lain, yakni mulai dari enol (kosong) sampai bilangan tak terhingga. Untuk menunjukkan jumlah yang tidak tentu, mayarakat sunda lazimnya menggunakan kata penunjuk jumlah seperti saanu ‘jumlah tak tentu’, sakieu ‘jumlah sedikit’, sakitu ‘jumlah agak banyak. Apabial jumlahnya banyak tidak terhitung, biasanya digunakan kata saehem. Untuk bilangan antara 20 sampai 30 digunakan kata likur. Contoh:
(25)Dua puluh hiji (21) à salikur
(26)Dua puluh lima (25) à lima likur atau salawẻ
(27)Dua puluh salapan (29) à salapan likur

E.     Cara Berfikir Orang Sunda dalam Ekspresi Bahasa
           Ekspresi bahasa (berbicara dan menulis) merupakan proses kreatif. Seseorang mengungkapkan gagasannya setelah memperoleh gagasan dari orang lain.
           Dilihat dari psikolinguitik, berbahasa sebagai aktivitas yang dilakukan oleh pembicara atau penulis, memilik tahap-tahap berikut.

Bagan proses produtif dan reseptif berbahasa

                              PEMBICARA/PENULIS                  PENYIMAK/PEMBACA
                                            (rangsangan)                                       (rangsangan)
                                                                                                  
Makna / proporsisi
 
Makna / proporsisi
 
Text Box: Sistesis Semantik (Lokusi)

Proses Pragmatik




Sintesis Morfologi-Sintaksis (Ilokusi)


Proses Fonologis/ Grafologis


Sintesis Fonis/Grafik


Text Box: Sistesis Semantik (Perlokusi)

Proses Pragmatik




Sintesis Morfologi-Sintaksis (Ilokusi)


Proses Fonologis/ Grafologis


Penangkapan Auditoris/Visual



                                                                                                       
                                                                                                                                      
Rounded Rectangle: Faktor-faktor pragmatikRounded Rectangle: Faktor-faktor pragmatik                                                                                                                                                                                                                               
                                                                                                                                                                                                             
                                                                                                                                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                                                     (lokusi)                                                                                                                                                                                                                                                    
Kalimat Bahasa
 
        Kalimat Bahasa

 
                                                                                                                                
                









Rounded Rectangle: Aturan – aturan fonologis/ Grafologis



 






                 Cara berfikir orang sunda dapat terlihat dari ekspresi orang sunda. Berdasarkan hasil analisis terhadap ekspresi bahasa sunda ditemukan enam cara berfikir yakni keterbukaan, subyektifitas, substansial, humoris, emosional, ketinglangsungan, ketaktegasan, kesantunan, kepekan, dan kesetiaan.
                 Orang sunda berfikir terbuka karena terbukti banyak kata yang seluruh vokalnya / a/.contoh : kang dadang aya maksad hajat badag
                 Orang sunda berfikir subyektif seperti tampak dari penggunaan kata penegas yang berfungsi untuk mempertegas unsur-unsur informasi yang dipentingkan kata-kata penegas itu, antara lain: teh, tea, mah, oge, yang pada umumnya ditempatka di belakang kata-kata yang berfungsi sebagai subyek kalimat:
(28)Double Bracket: Teh 
Oge
Mah
tea
Kuring                          ti Tasik
                          
                                                         

‘saya ini / juga              dari Tasik.’
Orang sunda berfikir substansial karena dapat membuat kalimat yang seluruhnya berupa untaian kata-kata benda (nomina).
(29)Bapa kuring patani kentang sukamukti.
             ‘ayah saya petani kentang sukamukti.’
Orang Sunda berkarakter humoris. Karakter humoris seseorang akan tampak dari untayan kata-kata yang digunakan dalam tindak kutur atau ujaran yang humoris. Contoh :
(30)Ciwidey
Di Ciwidey aya strawubery metik sendiri. Di Lembang naha bet euweuh         susu murni nyedot sendiri.
       Padahal bisnis yang menjanjikan tah! (M 2349/57/W 20)
Terjemahan:
Ciwidey
Di Ciwidey ada strawberry metik sendiri. Di Lembang mengapa tidak ada susu murni menyedot sendiri. Padahal bisnis yang menjanjikan!
Pada contoh diatas tampak daya humorisnya dari perbandingan kalimat “strawberry memetik sendiri” dan “susu menyedot sendiri”.
Pola pikir orang Sunda dalam ekspresi marah atau emosional. Marah, berang, atau gusar adalah keadaan sangat tidak senang karena dihina atau diperlakukan tidak sepantasnya (Moeliono Eds, 1988:559). Apabila orang Sunda marah, biasanya ekspresi bahasa yang keluar berupa (1) kata-kata kasar yang berkaitan dengan (2) nama binatang, (3) keadaan fisik, (tubuh), dan (4) bagian tubuh yang paling sensitive. Contoh :
(31)Dasar goblog!
‘Dasar goblok!’
(32)Cicing siah monyet!
‘diamlah kamu monyet!’
(33)Gancangkeun leumpangna gendut!
‘cepatlah jalannya gemuk!’

Orang Sunda tidak langsung berbicara kesasaran. Jika orang Sunda berbicara, lajimnya tidak langsung kesasaran. Kalimat-kalimat yang digunakan oleh orang Sunda cenderung berima (murwakanti). Contoh :
(34)Neda agung cukup lumur neda jembar pangampura, neda asih sihak samina.
(intinya: mau minta maaf)
Orang sunda tergolong tidak tegas (rek lusif). Orang Sunda dikatakan tergolong tidak tegas tampak dari kata-kata tambah yang menunjukan ketidak tegasan (35) termasuk penggunaan nama waktu dalam sehari semalam (36). Misalnya:
(35)Saena mah mending angkat ayeuna bilih kabujeng hujan.
‘sebaiknya berangkat sekarang takut terkena hujan.’
(36)Wanci haneut moyan (kira-kira pukul 09.00)
‘waktu hangat berjemur (kira-kira pukul 09.00)
Orang Sunda berkarakter santun. Kesantunan orang Sunda tampak dari empat factor, yakni (a) lisan atau kecap ’kata-kata’, (b) pasemon ‘mimik’, (c) rẻngkak jeung peta ‘tindak-tanduk’, dan (d) lentong ‘intonasi’ (adiwidjaja, 1951:65-66)
.
                 Dari sudut bahasa kesantunan orang Sunda disebut makẻ basa lemes ‘berbahasa halus’. Pemakaian berbahasa tersebut sesuai dengan kontek situasi yang membentuk tindak tutur pragmatis. Bahasa sunda mengenal tingkat tutur (speech level) atau tatakrama bahasa (undak usuk basa), yakni (1) bahasa halus untuk diri sendiri, (2) bahasa halus untuk orang lain, dan (3) bahasa kasar. Contoh :
(37) Abdi mios ka Tasik
‘saya pergi ke Tasik.’
(38)Kuring indit ka Tasik
‘saya pergi ke Tasik.’
Kalimat (37) tergolong kalimat halus yang ditandai dengan kata mios. Sementara, kalimat (38) tergolong kalimat tergolong dalam kalimat yang tandai dengan kata indit.
Orang Sunda cenderung prasa (sensitif). Oleh karena itu, ada yang menyebutkan bahwa bahasa Sunda adalah bahasa rasa. Contoh :
(39)Urang tiasa patepung lawung,
Pak amprok jongok,
Patepang raray,
Patetuteup deukeut,

Pagiling gisik calik,
Heumpak merbayaksa.
(kita bisa bertemu,
bersemuka,
bertatp muka,
berdampingan duduk,
berkumpul bersama)
orang Sunda berkarakter taat (setia) halini tampak pada ekspresi bahasa sunda berikut.
(40)Ah, teu langkung anu dibendo.
‘ah terserah yang berkuasa saja
(41)Kudu nyanguluk ka hokum, nunjang ka nagara, mupakat ka balarea.
‘harus taat pada hokum, mendukung Negara, bermukat dengan Negara.

 


DAFTAR PUSTAKA

Sudaryat, Yayat. 2015. Wawasan Kesundaan. Bandung : FKIP-UPI. 




                                  
                              
                                                                                                        
                                                                                                                              
                                                                                                   

                                                                                                                           

1 komentar:

  1. The Best Bet of The Day | DrMCD
    In my recent years, I've been gambling professionally with my husband and wife. 경산 출장샵 The best bet of the day is to take 김포 출장안마 on 남원 출장마사지 a whole host of 전주 출장마사지 horses, 세종특별자치 출장샵 horses, and

    BalasHapus